M
A K A L A H
PENGANTAR
SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI
“
Perkembangan Antropologi dalam Kaitannya
dengan
Perkembangan Budaya “
Disusun
oleh :
Risqidastia
Refnadilla
1401112556
PROGRAM
STUDI ADMINISTRASI PUBLIK
FAKULTAS
ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS
RIAU
2014-2015
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur
penulis ucapkan atas ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan
Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini tepat pada
waktunya. Makalah ini membahas tentang proses Perkembangan Antropologi dalam
kaitannya dengan perkembangan Budaya.
Dalam
penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan akan
tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Olehnya
itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat
balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.
Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk
penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis
harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.
Pekanbaru, September 2014
Penulis
DAFTAR ISI
KAKAT PENGANTAR ........................................................................................ i
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang ................................................................................. 1
B.
Rumusan Masalah............................................................................. 2
C.
Tujuan ............................................................................................... 2
D.
Manfaat ............................................................................................ 2
BAB II KERANGKA TEORI
A. Pengertian Antropologi .................................................................... 3
B. Pengertian Budaya ........................................................................... 3
C. Hubungan Antropologi dan Budaya ................................................ 4
BAB III PEMBAHASAN
A.
Perkembangan Antropologi ............................................................. 6
B.
Antropologi Sosial Budaya .............................................................. 7
C.
Pengaruh Budaya Dalam Perkembangan Antropologi .................... 8
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan........................................................................................ 10
B. Saran.................................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA
|
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seorang filsuf China; Lao Chai, pernah berkata
bahwa suatu perjalanan yang bermil-mil jauhnya dimulai dengan hanya satu
langkah. Langkah manusia yang disebut filsuf itu tak lain adalah antropologi.
Benda apa yang disebut dengan Antropologi itu? Beberapa atau bahkan banyak
orang mungkin sudah pernah mendengarnya. Beberapa orang mungkin mempunyai
ide-ide tentang Antropologi yang didapat melalui berbagai media baik media
cetak maupun media elektronik. Beberapa orang lagi bahkan mungkin sudah pernah
membaca literature-literature atau tulisan-tulisan tentang Antropologi.
Banyak orang berpikir bahwa para
ahli Antropologi adalah ilmuwan yang hanya tertarik pada
peninggalan-peninggalan masa lalu; Antroplogi bekerja menggali sisa-sisa
kehidupan masa lalu untuk mendapatkan pecahan guci-guci tua, peralatan
–peralatan dari batu dan kemudian mencoba memberi arti dari apa yang
ditemukannya itu. Pandangan yang lain mengasosiasikan Antropologi dengan teori
Evolusi dan mengenyampingkan kerja dari Sang Pencipta dalam mempelajari
kemunculan dan perkembangan mahluk manusia. Masyarakat yang mempunyai pandangan
yang sangat keras terhadap penciptaan manusia
dari sudut agama kemudian melindungi bahkan melarang anak-anak mereka
dari Antroplogi dan doktrin-doktrinnya.
Bahkan masih banyak orang awam yang berpikir kalau Antropologi itu bekerja atau
meneliti orang-orang yang aneh dan eksotis yang tinggal di daerah-daerah yang
jauh dimana mereka masih menjalankan kebiasaan-kebiasaan yang bagi masyarakat umum
adalah asing.
Semua pandangan tentang ilmu Antroplogi ini pada tingkat tertentu ada
benarnya, tetapi seperti ada cerita tentang beberapa orang buta yang ingin
mengetahui bagaimana bentuk seekor gajah dimana masing-masing orang hanya
meraba bagian-bagian tertentu saja sehingga anggapan mereka tentang bentuk
gajah itupun menjadi bermacam-macam, terjadi juga pada Antropologi. Pandangan
yang berdasarkan informasi yang sepotong-sepotong ini mengakibatkan kekurang
pahaman masyarakat awam tentang apa sebenarnya Antropologi itu. Antropologi
memang tertarik pada masa lampau. Mereka ingin tahu tentang asal-mula manusia
dan perkembangannya, dan mereka juga mempelajari masyarakat-masyarakat yang
masih sederhana (sering disebut dengan primitif). Tetapi sekarang Antropologi
juga mempelajari tingkah-laku manusia di tempat-tempat umum seperti di
restaurant, rumah-sakit dan di tempat-tempat bisnis modern lainnya. Mereka juga
tertarik dengan bentuk-bentuk pemerintahan atau negara modern yang ada sekarang
ini sama tertariknya ketika mereka mempelajari bentuk-bentuk pemerintahan yang
sederhana yang terjadi pada masa lampau atau masih terjadi pada
masyarakat-masyarakat di daerah yang terpencil.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan pada latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah bagaimana perkembangan antropologi dalam kaitannya dengan perkembangan budaya.
C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana perkembangan antropologi dalam kaitannya dengan perkembangan budaya.
D. Manfaat
Adapun manfaat penulisan makalah ini adalah sebagai wadah bagi kami untuk mengembangkan wawasan yang berkaitan dengan perkembangan antropologi dalam kaitannya dengan perkembangan budaya.
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Pengertian Antropologi
Antropologi
berasal dari kata anthropos yang berarti "manusia",
dan logos yang berarti ilmu. Antropologi mempelajari manusia sebagai
makhluk biologis sekaligus makhluk sosial, jadi antropologi adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan sosial yang
mempelajari tentang budaya
masyarakat suatu etnis
tertentu. Antropologi lahir atau muncul berawal dari ketertarikan orang-orang Eropa yang melihat
ciri-ciri fisik, adat istiadat, budaya yang berbeda dari apa yang dikenal di
Eropa. Terbentuklah ilmu antropologi dengan melalui beberapa fase. Antropologi
lebih memusatkan pada penduduk yang merupakan masyarakat tunggal, tunggal dalam
arti kesatuan masyarakat yang tinggal daerah yang sama, antropologi mirip
seperti sosiologi
tetapi pada sosiologi lebih menitik beratkan pada masyarakat dan kehidupan
sosialnya.
Menurut William A. Haviland, antropologi adalah studi
tentang umat manusia, berusaha menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang
manusia dan perilakunya serta untuk memperoleh pengertian yang lengkap tentang
keanekaragaman manusia. Sedangkan David Hunter memberikan pendapatnya bahwa antropologi
adalah ilmu yang lahir dari keingintahuan yang tidak terbatas tentang umat
manusia. Selanjutnya Koentjaraningrat menyatakan antropologi adalah ilmu yang
mempelajari umat manusia pada umumnya dengan mempelajari aneka warna, bentuk fisik masyarakat
serta kebudayaan
yang dihasilkan.
Dari definisi
tersebut, dapat disusun pengertian sederhana antropologi, yaitu sebuah ilmu
yang mempelajari manusia dari segi keanekaragaman fisik serta kebudayaan
(cara-cara berprilaku, tradisi-tradisi, nilai-nilai) yang dihasilkan sehingga
setiap manusia yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda.
B.
Pengertian
Budaya
Kebudayaan
didefinisikan sebagai keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial
yang digunakannya untuk memahami dan menginterprestasikan lingkungan dan
pengalamanya, serta menjadi landasan bagi tingkah-lakunya. Dengan demikian,
kebudayaan merupakan serangkaian aturan-aturan, petunjuk-petunjuk,
rencana-rencana, dan strategi-strategi yang terdiri atas serangkaian
model-model kognitif yang dipunyai oleh manusia, dan digunakannya secara
selektif dalam menghadapi lingkungannya sebagaimana terwujud dalam tingkah-laku
dan tindakan-tindakannya.
Kebudayaan dapat
didefinisikan sebagai suatu keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk
sosial yang digunakan untuk memahami dan menginterpretasikan lingkungan dan
pengalamannya, serta menjadi pedoman bagi tingkah lakunya.
Sebagai
pengetahuan, kebudayaan adalah suatu satuan ide yang ada dalam kepala manusia
dan bukan suatu gejala (yang terdiri atas kelakuan dan hasil kelakuan manusia).
Sebagai satuan ide, kebudayaan terdiri atas serangkaian nilai-nilai,
norma-norma yang berisikan larangan-larangan untuk melakukan suatu tindakan
dalam menghadapi suatu lingkungan sosial, kebudayaan, dan alam, serta berisi
serangkaian konsep-konsep dan model-model pengetahuan mengenai berbagai
tindakan dan tingkah laku yang seharusnya diwujudkan oleh pendukungnya dalam
menghadapi suatu lingkungan sosial, kebudayaan, dan alam. Jadi nilai-nilai
tersebut dalam penggunaannya adalah selektif sesuai dengan lingkungan yang
dihadapi oleh pendukungnya.
Dari beberapa
sisi, kebudayaan dapat dipandang sebagai: (1) Pengetahuan yang diyakini
kebenarannya oleh masyarakat yang memiliki kebudayaan tersebut; (2) Kebudayaan
adalah milik masyarakat manusia, bukan daerah atau tempat yang mempunyai
kebudayaan tetapi manusialah yang mempunyai kebudayaan; (3) Sebagai pengetahuan
yang diyakini kebenarannya, kebudayaan adalah pedoman menyeluruh yang mendalam
dan mendasar bagi kehidupan masyarakat yang bersangkutan; (4) Sebagai pedoman
bagi kehidupan, kebudayaan dibedakan dari kelakuan dan hasil kelakuan; karena
kelakuan itu terwujud dengan mengacu atau berpedoman pada kebudayaan yang
dipunyai oleh pelaku yang bersangkutan.
C.
Hubungan
Antropologi dan Budaya
Kata Kebudayaan atau budaya
adalah kata yang sering dikaitkan dengan Antropologi. Secara pasti, Antropologi
tidak mempunyai hak eksklusif untuk menggunakan istilah ini. Seniman seperti
penari atau pelukis juga memakai istilah ini atau diasosiasikan dengan istilah
ini, bahkan pemerintah juga mempunyai departemen untuk ini. Konsep ini memang
sangat sering digunakan oleh Antropologi dan telah tersebar kemasyarakat luas
bahwa Antropologi bekerja atau meneliti apa yang sering disebut dengan
kebudayaan. Seringnya istilah ini digunakan oleh Antropologi dalam
pekerjaan-pekerjaannya bukan berarti para ahli Antropolgi mempunyai pengertian
yang sama tentang istilah tersebut. Seorang Ahli Antropologi yang mencoba
mengumpulkan definisi yang pernah dibuat mengatakan ada sekitar 160 defenisi
kebudayaan yang dibuat oleh para ahli Antropologi. Tetapi dari sekian banyak
definisi tersebut ada suatu persetujuan bersama diantara para ahli Antropologi
tentang arti dari istilah tersebut. Salah satu definisi kebudayaan dalam
Antropologi dibuat seorang ahli bernama Ralph Linton yang memberikan defenisi
kebudayaan yang berbeda dengan pengertian kebudayaan dalam kehidupan sehari-hari:
“Kebudayaan adalah seluruh cara kehidupan dari masyarakat dan tidak hanya
mengenai sebagian tata cara hidup saja
yang dianggap lebih tinggi dan lebih diinginkan”.
Jadi, kebudayaan menunjuk pada
berbagai aspek kehidupan. Istilah ini meliputi cara-cara berlaku,
kepercayaan-kepercayaan dan sikap-sikap, dan juga hasil dari kegiatan manusia
yang khas untuk suatu masyarakat atau kelompok penduduk tertentu.
Seperti semua konsep-konsep
ilmiah, konsep kebudayaan berhubungan dengan beberapa aspek “di luar sana” yang hendak diteliti
oleh seorang ilmuwan. Konsep-konsep kebudayaan yang dibuat membantu peneliti
dalam melakukan pekerjaannya sehingga ia tahu apa yang harus dipelajari. Salah
satu hal yang diperhatikan dalam penelitian Antropologi adalah perbedaan dan
persamaan mahluk manusia dengan mahluk bukan manusia seperti simpanse atau
orang-utan yang secara fisik banyak mempunyai kesamaan-kesamaan. Bagaimana
konsep kebudayaan membantu dalam membandingkan mahluk-mahluk ini? Isu yang
sangat penting disini adalah kemampuan belajar dari berbagai mahluk hidup.
Lebah melakukan aktifitasnya hari demi hari, bulan demi bulan dan tahun demi
tahun dalam bentuk yang sama. Setiap jenis lebah mempunyai pekerjaan yang
khusus dan melakukan kegiatannya secara kontinyu tanpa memperdulikan perubahan
lingkungan disekitarnya. Lebah pekerja terus sibuk mengumpulkan madu untuk
koloninya. Tingkah laku ini sudah terprogram dalam gen mereka yang berubah
secara sangat lambat dalam mengikuti perubahan lingkungan di sekitarnya.
Perubahan tingkah laku lebah akhirnya harus menunggu perubahan dalam gen nya.
Hasilnya adalah tingkah-laku lebah menjadi tidak fleksibel. Berbeda dengan
manusia, tingkah laku manusia sangat fleksibel. Hal ini terjadi karena
kemampuan yang luar biasa dari manusia
untuk belajar dari pengalamannya. Benar bahwa manusia tidak terlalu istimewa
dalam belajar karena mahluk lainnya pun ada yang mampu belajar, tetapi
kemampuan belajar dari manusia sangat luar-biasa dan hal lain yang juga sangat
penting adalah kemampuannya untuk beradaptasi dengan apa yang telah dipelajari
itu.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Perkembangan Antropologi
Seperti halnya Sosiologi,
Antropologi sebagai sebuah ilmu juga mengalami tahapan-tahapan dalam perkembangannya.
Koentjaraninggrat menyusun perkembangan ilmu Antropologi menjadi empat fase
sebagai berikut:
1. Fase Pertama (Sebelum tahun 1800-an)
Sekitar abad ke-15-16,
bangsa-bangsa di Eropa
mulai berlomba-lomba untuk menjelajahi dunia. Mulai dari Afrika, Amerika,
Asia, hingga ke Australia.
Dalam penjelajahannya mereka banyak menemukan hal-hal baru. Mereka juga banyak
menjumpai suku-suku
yang asing bagi mereka. Kisah-kisah petualangan dan penemuan mereka kemudian
mereka catat di buku harian ataupun jurnal perjalanan. Mereka mencatat segala
sesuatu yang berhubungan dengan suku-suku asing tersebut. Mulai dari ciri-ciri
fisik, kebudayaan,
susunan masyarakat,
atau bahasa dari suku tersebut. Bahan-bahan yang berisi tentang deskripsi suku
asing tersebut kemudian dikenal dengan bahan etnogragfi atau deskripsi tentang bangsa-bangsa.
Bahan etnografi itu menarik perhatian
pelajar-pelajar di Eropa. Kemudian, pada permulaan abad ke-19 perhatian bangsa
Eropa terhadap bahan-bahan etnografi suku luar Eropa dari sudut pandang ilmiah,
menjadi sangat besar. Karena itu, timbul usaha-usaha untuk mengintegrasikan
seluruh himpunan bahan etnografi.
2. Fase Kedua (tahun 1800-an)
Pada fase ini, bahan-bahan etnografi
tersebut telah disusun menjadi karangan-karangan berdasarkan cara berpikir evolusi
masyarakat pada saat itu. masyarakat dan kebudayaan berevolusi secara
perlahan-lahan dan dalam jangka waktu yang lama. Mereka menganggap bangsa-bangsa
selain Eropa sebagai bangsa-bangsa primitif yang tertinggal, dan menganggap Eropa sebagai bangsa
yang tinggi kebudayaannya
Pada fase ini, Antopologi bertujuan akademis,
mereka mempelajari masyarakat dan kebudayaan primitif dengan maksud untuk
memperoleh pemahaman tentang tingkat-tingkat sejarah penyebaran kebudayaan
manusia.
3. Fase Ketiga (awal abad ke-20)
Pada fase ini, negara-negara di Eropa
berlomba-lomba membangun koloni di benua lain seperti Asia, Amerika, Australia
dan Afrika. Dalam rangka membangun koloni-koloni tersebut, muncul berbagai
kendala seperti serangan dari bangsa asli, pemberontakan-pemberontakan, cuaca
yang kurang cocok bagi bangsa Eropa serta hambatan-hambatan lain. Dalam
menghadapinya, pemerintahan kolonial negara Eropa berusaha mencari-cari
kelemahan suku asli untuk kemudian menaklukannya. Untuk itulah mereka mulai
mempelajari bahan-bahan etnografi tentang suku-suku bangsa di luar Eropa,
mempelajari kebudayaan dan kebiasaannya, untuk kepentingan pemerintah kolonial.
4. Fase Keempat (setelah tahun 1930-an)
Pada fase ini, Antropologi berkembang
secara pesat. Kebudayaan-kebudayaan suku bangsa asli yang di jajah bangsa
Eropa, mulai hilang akibat terpengaruh kebudayaan bangsa Eropa.
Pada masa ini pula terjadi sebuah
perang besar di Eropa, Perang Dunia II. Perang ini membawa banyak
perubahan dalam kehidupan manusia dan membawa sebagian besar negara-negara di
dunia kepada kehancuran total. Kehancuran itu menghasilkan kemiskinan,
kesenjangan sosial, dan kesengsaraan yang tak berujung.
Namun pada saat itu juga, muncul
semangat nasionalisme bangsa-bangsa yang dijajah Eropa
untuk keluar dari belenggu penjajahan. Sebagian dari bangsa-bangsa tersebut
berhasil mereka. Namun banyak masyarakatnya yang masih memendam dendam terhadap
bangsa Eropa yang telah menjajah mereka selama bertahun-tahun.
Proses-proses perubahan tersebut
menyebabkan perhatian ilmu antropologi tidak lagi ditujukan kepada penduduk
pedesaan di luar Eropa, tetapi juga kepada suku bangsa di daerah pedalaman
Eropa seperti suku bangsa Soami, Flam dan Lapp.
Dalam
kenyataannya, Antropologi mempelajari semua mahluk manusia yang pernah hidup pada
semua waktu dan semua tempat yang ada di muka bumi ini. Mahluk manusia ini
hanyalah satu dari sekian banyak bentuk mahluk hidup yang ada di bumi ini yang
diperkirakan muncul lebih dari 4 milyar tahun yang lalu.
Antropologi
bukanlah satu satunya ilmu yang
mempelajari manusia. Ilmu-ilmu lain seperti ilmu Politik yang
mempelajari kehidupan politik manusia, ilmu Ekonomi yang mempelajari ekonomi
manusia atau ilmu Fisiologi yang mempelajari tubuh manusia dan masih banyak
lagi ilmuilmu lain, juga mempelajari manusia. Tetapi ilmu-ilmu ini tidak
mempelajari atau melihat manusia secara menyeluruh atau dalam ilmu Antropologi
disebut dengan Holistik, seperti yang dilakukan oleh Antropologi. Antropologi
berusaha untuk melihat segala aspek dari diri mahluk manusia pada semua waktu
dan di semua tempat, seperti: Apa yang secara umum dimiliki oleh semua manusia?
Dalam hal apa saja mereka itu berbeda? Mengapa mereka bertingkah-laku seperti
itu? Ini semua adalah beberapa contoh pertanyaan mendasar dalam studi-studi
Antropologi.
B. Antropologi Sosial-Budaya
Antropologi
Sosial-Budaya atau lebih sering disebut Antropologi Budaya berhubungan dengan
apa yang sering disebut dengan Etnologi. Ilmu ini mempelajari tingkah-laku
manusia, baik itu tingkah-laku individu atau tingkah laku kelompok.
Tingkah-laku yang dipelajari disini bukan hanya kegiatan yang bisa diamati
dengan mata saja, tetapi juga apa yang ada dalam pikiran mereka. Pada manusia,
tingkah-laku ini tergantung pada proses pembelajaran. Apa yang mereka lakukan
adalah hasil dari proses belajar yang dilakukan oleh manusia sepanjang hidupnya
disadari atau tidak. Mereka mempelajari bagaimana bertingkah-laku ini dengan
cara mencontoh atau belajar dari generasi diatasnya dan juga dari lingkungan
alam dan sosial yang ada disekelilingnya. Inilah yang oleh para ahli
Antropologi disebut dengan kebudayaan. Kebudayaan dari kelompok-kelompok
manusia, baik itu kelompok kecil maupun kelompok yang sangat besar inilah yang
menjadi objek spesial dari penelitian-penelitian Antropologi Sosial Budaya.
Dalam perkembangannya Antropologi Sosial-Budaya ini memecah lagi kedalam
bentuk-bentuk spesialisasi atau pengkhususan disesuaikan dengan bidang kajian
yang dipelajari atau diteliti. Antroplogi Hukum yang mempelajari bentuk-bentuk
hukum pada kelompok-kelompok masyarakat atau Antropologi Ekonomi yang
mempelajari gejala-gejala serta bentuk-bentuk perekonomian pada
kelompok-kelompok masyarakat adalah dua contoh dari sekian banyak bentuk
spesialasi dalam Antropologi Sosial-Budaya.
Kebudayaan yang
dimiliki oleh manusia juga dimiliki dengan cara belajar. Dia tidak diturunkan
secara bilogis atau pewarisan melalui unsur genetis. Hal ini perlu ditegaskan
untuk membedakan perilaku manusia yang digerakan oleh kebudayaan dengan
perilaku mahluk lain yang tingkah-lakunya digerakan oleh insting.
Ketika baru
dilahirkan, semua tingkah laku manusia yang baru lahir tersebut digerakkan olen
insting dan naluri. Insting atau naluri ini tidak termasuk dalam kebudayaan,
tetapi mempengaruhi kebudayaan. Contohnya adalah kebutuhan akan makan. Makan
adalah kebutuhan dasar yang tidak termasuk dalam kebudayaan. Tetapi bagaimana
kebutuhan itu dipenuhi; apa yang dimakan, bagaimana cara memakan adalah bagian
dari kebudayaan. Semua manusia perlu makan, tetapi kebudayaan yang berbeda dari
kelompok-kelompoknya menyebabkan manusia melakukan kegiatan dasar itu dengan
cara yang berbeda. Contohnya adalah cara makan yang berlaku sekarang. Pada masa
dulu orang makan hanya dengan menggunakan tangannya saja, langsung menyuapkan
makanan kedalam mulutnya, tetapi cara tersebut perlahan lahan berubah, manusia
mulai menggunakan alat yang sederhana dari kayu untuk menyendok dan menyuapkan
makanannya dan sekarang alat tersebut dibuat dari banyak bahan. Begitu juga
tempat dimana manusia itu makan. Dulu manusia makan disembarang tempat, tetapi
sekarang ada tempat-tempat khusus dimana makanan itu dimakan. Hal ini semua terjadi karena manusia
mempelajari atau mencontoh sesuatu yang dilakukan oleh generasi sebelumya atau
lingkungan disekitarnya yang dianggap baik dan berguna dalam hidupnya.
Sebaliknya
kelakuan yang didorong oleh insting tidak dipelajari. Semut semut yang
dikatakan bersifat sosial tidak dikatakan memiliki kebudayaan, walaupun mereka
mempunyai tingkah-laku yang teratur. Mereka membagi pekerjaannya, membuat
sarang dan mempunyai pasukan penyerbu yang semuanya dilakukan tanpa pernah
diajari atau tanpa pernah meniru dari semut yang lain. Pola kelakuan seperti
ini diwarisi secara genetis.
C. Pengaruh Budaya Dalam Perkembangan Antropologi
Agar dapat
dikatakan sebagai suatu kebudayaan, kebiasaan-kebiasaan seorang individu harus
dimiliki bersama oleh suatu kelompok manusia. Para
ahli Antropologi membatasi diri untuk berpendapat suatu kelompok mempunyai
kebudayaan jika para warganya memiliki secara bersama sejumlah pola-pola
berpikir dan berkelakuan yang sama yang didapat melalui proses belajar.
Suatu kebudayaan
dapat dirumuskan sebagai seperangkat kepercayaan, nilai-nilai dan cara berlaku
atau kebiasaan yang dipelajari dan yang dimiliki bersama oleh para warga dari
suatu kelompok masyarakat. Pengertian masyarakat sendiri dalam Antropologi
adalah sekelompok orang yang tinggal di suatu wilayah dan yang memakai suatu
bahasa yang biasanya tidak dimengerti oleh penduduk tetangganya.
Dalam setiap
masyarakat, oleh para anggotanya dikembangkan sejumlah pola-pola budaya yang
ideal dan pola-pola ini cenderung diperkuat dengan adanya pembatasan-pembatasan
kebudayaan. Pola-pola kebudayaan yang ideal itu memuat hal-hal yang oleh
sebagian besar dari masyarakat tersebut diakui sebagai kewajiban yang harus
dilakukan dalam keadaan-keadaan tertentu. Pola-pola inilah yang sering disebut
dengan norma-norma, Walaupun kita semua tahu bahwa tidak semua orang dalam
kebudayaannya selalu berbuat seperti apa yang telah mereka patokkan bersama
sebagai hal yang ideal tersebut. Sebab bila para warga masyarakat selalu
mematuhi dan mengikuti norma-norma yang ada pada masyarakatnya maka tidak akan
ada apa yang disebut dengan
pembatasan-pembatasan kebudayaan. Sebagian dari pola-pola yang ideal
tersebut dalam kenyataannya berbeda dengan perilaku sebenarnya karena pola-pola
tersebut telah dikesampingkan oleh cara-cara yang dibiasakan oleh masyarakat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Antropologi adalah salah satu
cabang ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari tentang budaya masyarakat suatu
etnis tertentu. Antropologi lahir atau muncul berawal dari ketertarikan
orang-orang Eropa yang melihat ciri-ciri fisik, adat istiadat, budaya yang
berbeda dari apa yang dikenal di Eropa. Terbentuklah ilmu antropologi dengan
melalui beberapa fase. Antropologi lebih memusatkan pada penduduk yang
merupakan masyarakat tunggal, tunggal dalam arti kesatuan masyarakat yang
tinggal daerah yang sama, antropologi mirip seperti sosiologi tetapi pada
sosiologi lebih menitik beratkan pada masyarakat dan kehidupan sosialnya. Perkembangan
antropologi terdiri atas 4 tahap yaitu ; 1)
Ø Fase Pertama (Sebelum tahun 1800-an)
Sekitar abad ke-15-16,
bangsa-bangsa di Eropa
mulai berlomba-lomba untuk menjelajahi dunia. Mulai dari Afrika, Amerika,
Asia, hingga ke Australia.
Dalam penjelajahannya mereka banyak menemukan hal-hal baru. Mereka juga banyak
menjumpai suku-suku
yang asing bagi mereka. Kisah-kisah petualangan dan penemuan mereka kemudian
mereka catat di buku harian ataupun jurnal perjalanan.
Ø Fase Kedua (tahun 1800-an)
Pada fase ini,
bahan-bahan etnografi tersebut telah disusun menjadi karangan-karangan
berdasarkan cara berpikir evolusi masyarakat pada saat itu. masyarakat dan kebudayaan
berevolusi secara perlahan-lahan dan dalam jangka waktu yang lama. Mereka
menganggap bangsa-bangsa selain Eropa sebagai bangsa-bangsa primitif yang tertinggal, dan menganggap Eropa sebagai
bangsa yang tinggi kebudayaannya
Ø Fase Ketiga (awal abad ke-20)
Pada fase ini,
negara-negara di Eropa berlomba-lomba membangun koloni di benua lain seperti Asia, Amerika, Australia
dan Afrika. Dalam rangka membangun koloni-koloni tersebut, muncul berbagai
kendala seperti serangan dari bangsa asli, pemberontakan-pemberontakan, cuaca
yang kurang cocok bagi bangsa Eropa serta hambatan-hambatan lain.
Ø Fase Keempat (setelah tahun 1930-an)
Pada fase ini,
Antropologi berkembang secara pesat. Kebudayaan-kebudayaan suku bangsa asli
yang dijajah bangsa Eropa, mulai hilang akibat terpengaruh kebudayaan bangsa
Eropa.
B. Saran
Antropologi
sangat besar peranannya dalam perkembangan kehidupan manusia sehingga
diharapkan kepada kita semua untuk selalu mengembangkan wawasan dan memperdalam
pemahaman tentang kehidupan masyarakat yang berkaitan dengan antropologi.
DAFTAR PUSTAKA
Green, E.C 1986 Practicing
Development Anthropology. Boulder and London: Westview
Leonard Seregar. 2002.
Antorpologi dan Konsep Kebudayaan. Universitas Cendrawasih Press. Jayapura.
Masinambow, E.K.M (Ed) 1997
Koentjaraningrat dan Antropologi di Indonesia, Jakarta:
Asosiasi Antropologi Indonesia
dan Yayasan Obor Indonesia.
Rhoades, R.E 1986 Breaking New
Ground: Agricultural Anthropology. Dalam: Green Ed.
Suparlan, Pasurdi 1995
Antropologi dalam Pembangunan. Jakarta:
UI Press